Senin, 16 Desember 2019

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI - UNSRAT

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ASTRESIA ANI POST COLOSTOMY DI RUANG NICU B RSUP PROF KANDOU MANADO




Oleh :

ZAKIAH BAKRI
19014104025

CLINICAL THEACHER

Ns. Sefti Rompas, S. Kep., M.Kes



UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROFESI NERS

MANADO 2019


LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI

A.    Pengertian atresia ani
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia  ani  disebut  juga  anorektal  anomali  atau  imperforata  anus. Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada anorektal di saluran   gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai   lubang ke luar (Wong, 2004). Atresia ani / Atresia rekti adalah ketiadaan  atau tertutupnya  rectal  secara  kongenital  (Dorland,1998). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus  imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya. Atresia  ani  merupakan  kelainan  bawaan  (kongenital),  tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
B.     Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1.      Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.
3.      Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4.      Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai  peluang  sekitar  25  %  -  30  %  dari  bayi  yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

C.     Klasifikasi
1.    Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator),
Ciri-cirinya  adalah  rektum   turun  sampai   ke  otot  puborekektal spingter  ani  eksternal  dan  internal  berkembang  sempurna dengan  fungsi  yang  normal,  rektum  menembus  musklus levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).
2.    Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly)
Ciri- cirinya  adalah  ujung  rektum  mencapai  tingkat   muskulus Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu  fistula  kecil  dari  kantong  rektal  ke  bulbar),  dan  anal agenesis  tanpa  fistula.  Sedangkan  untuk  perempuan bisa rektovagional    fistula,    analgenesis    tanpa    fistula, dan rektovestibular fistula.
3.    Kelainan   Tinggi   (High   Anomaly/Kelainan   Supralevator)
Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal agenesis, rektouretral  fistula yaitu rektum buntu tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra.  Rektum  berakhir  diatas  muskulus  puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan ada  anorektal  agenesis  dengan  fistula  vaginal  tinggi,  yaitu fistula  antara  rectum  dan  vagina  posterior.  Pada  laki-laki dan perempuan biasanya rectal atresia

D.    Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain Pada golongan 3  hampir  selalu  disertai fistula.  Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir  di kandung  kemih  atau  uretra dan  jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul (Ngastiyah, 2005) :
1.      Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
3.      Mekonium keluar  melalui sebuah  fistula atau  anus  yang  letaknya salah.
4.      Perut kembung.
5.      Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

E.     Patofisiologi
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal membagi  kloaka  menjadi  sinus  urogenital  anterior  dan  intestinal posterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal dan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus tertutup oleh membran. Atresia ani muncul  ketika  terdapat  gangguan  pada proses tersebut.
Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan kemudian  menuju  anus.  Persarafan  di  anal  kanal  membantu  sensasi keinginan untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitias otot. Otot tersebut membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air.  Pada  bayi  dengan  malformasi  anorektal  (atresia  ani)  terjadi beberapa kondisi abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan   anal,   rectum   tidak   terhubung   dengan   anus,   rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula dan tidak terdapat pembukaan anus.

F.      Pemeriksaan penunjang
Untuk   memperkuat   diagnosis   sering   diperlukan   pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.      Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal
2.      Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3.      Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan  dan  mencari adanya  faktor  reversible  seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4.      CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5.      Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6.      Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7.      Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

G.    Penatalaksanaan
1.      Kolostomi
Bayi laki-laki   maupun   perempuan   yang   didiagnosa mengalami malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk anomaly  jenis  kelainan  tinggi  (High  Anomaly), rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di perineum pada radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 : transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah stoma laras ganda. Kolostomi    merupakan    perlindungan    sementara    (4-8 minggu)  sebelum  dilakukan  pembedahan.  Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi   rektal/anal   postoperatif   anoplasty.   Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia12-15 bulan
2.       Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi  anal  dilakukan  pertama  oleh  dokter,  kemu dilanjutkan   oleh   perawat.   Setelah   itu   prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri. Klien  dengan  anal  stenosis,  dilatasi  anal  dilakukan 3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal. Pada   perawatan   postoperatif   anoplasty,   dilatasi dilakukan   beberapa   minggu   (umumnya   1-2   minggu setelah  pembedahan.  Dilatasi  anal  dilakukan  dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan. Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat  dicapai,  kolostomi  dapat  ditutup,  namun  dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
        Ukuran Hegar Dilator:

Umur Anak
Hegar Dilator
1-4 bulan
12
4-12 bulan
13
8-12 bulan
14
1-3 tahun
15
3-12 tahun
16

3.      Anoplasty
Anoplasty  dilakukan  selama  periode  neonatal  jika bayi cukup  umur  dan  tanpa  kerusakan  lain.  Operasi  ditunda paling  lama  sampai  usia  3  bulan  jika  tidak  mengalami  konstipasi.     Anoplasty     digunakan     untuk      kelainan  rektoperineal  fistula,  rektovaginal  fistula,  rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.
4.      Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional
Pembedahan  ini  dilakukan  dengan  menarik  rectum pembukaan anus.

H. Komplikasi
1.      Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2.      Obstruksi intestinal
3.      Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4.      Komplikasi jangka panjang :
a.       Eversi mukosa anal.
b.      Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c.       Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d.      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e.        Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f.       Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi. (Betz, 2002)










KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Identitas klien : Nama, tempat tgl lahir, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan  , No. CM, tanggal masuk RS, Diagnosa Medis
2.      Riwayat Kesehatan
-          Keluhan Utama : Distensi abdomen
-          Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
-          Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
-          Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/
-          Penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
-          Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
3.      Pemeriksaan Fisik : Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar  hiperperistaltik,  tanpa  mekonium  dalam  waktu  24  jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
B.     Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri Akut (SDKI 2016, hal 172)
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlansung kurang dari 3 bulan .
Penyebab
-          Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi,iskemia,neoplasma)
-          Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
-          Agen pencedera  fisik (mis,abses ,amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
-          Tampak meringis
-          Bersikap protektif (mis.waspada posisi menghindari nyeri)
-          Gelisah
-          Frekuensi nadi meningkat
-          Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
-
Objektif
-          Tekanan darah meningkat
-          Pola napas berubah
-          Nafsu makan berubah
-          Proses berpikir ternggagu
-          Menarik diri
-          Berfokus pada diri sendiri
-          Dioforesis

2.      Pola napas tidak efektif (SDKI 2016, hal 26)
Definisi
Inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab
-          Depresi pusat pernapasan
-          Hambatan upaya napas
-          Deformitas dinding dada
-          Gangguan neuromuskuler
-          Penurunan energi
-          Obesitas
-          Sindrom hipoventilasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : -
Objektif :
-          Penggunaan otot bantu napas
-          Fase ekspirasi memanjang
-          Pola napas abnormal
Gejala dan tanda minor
Subjektif : Ortopnea
Objektif :
-          Pernapasan cuping hidung
-          Tekanan ekspirasi menurun
-          Tekanan inspirasi menurun

3.      Gangguan  integritas kulit/jaringan (SDKI 2016, hal 282)
Definisi
Mengalami kerusakan kulit (dermis dan/ epidermis) atau jaringan  (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, atau ligamen)
Penyebab
-          Perusahan sirkulasi
-          Perubahan status nutrisi
-          Kekurangan/kelebihan volume cairan
-          Penurunan mobilitas
-          Bahan kimia iritatif
-          Suhu lingkungan yang ekstrem
-          Faktor mekanis (mis penekanan, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi )
-          Terapi radiasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : -
Objektif : kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
Gejala dan tanda minor
Sunjektif : -
Objektif :
-          Nyeri
-          Perdarahan
-          Kemerahan
-          Hematoma
4.      Resiko infeksi (SDKI 2016, hal 304)
Definisi
 Beresiko mengalami pningkatan terserang organism patogenik
Factor resiko
-          Penyakit kronis (mis.diabetes mellitus)
-          Efek prosedur invasif
-          Malnutrisi
-          Peningkatan paparan organisme patogen
-          Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
-          Gangguan peristatik
-          Kerusakan integritas kulit
-          Perubahan sekresi Ph
-          Penurunan kerja siliaris
-          Ketuban pecah lam
-          Ketuban pecah sebelum waktunya
-          Merokok
-          Statis cairan tubuh
-          Ketidakefektifan pertahan tubuh sekunder
-          Penurunan hemoglobin
-          Imununosupresi
-          Leukopenia
-          Supresi respon inflamasi
-          Vaksinasi tidak adekuat


C.     Intervensi
1.      Nyeri Akut
Manajemen Nyeri (SIKI 2018, hal 201)
Observasi
-          Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
-          Identifikasi skala nyeri
-          Identifikasi respon nyeri non verbal
-          Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-          Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
-          Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
-          Identifikasi keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
-          Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
-          Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis TENS, hipnosis, akupuntur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
-          Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
-          Fasilitas istirahat dan tidur
-          Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
-          Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
-          Jelaskan strategi meredakan nyeri
-          Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
-          Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
-          Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2.      Pola napas tidak efektif
Pemantauan jalan napas  (SIKI 2018, hal 247)
Dukungan ventilasi (SIKI 2018, hal 49)
Observasi
-          Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman serta upaya napas
-          Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul)
-          Monitor adanya produksi sputum
-          Palpasi kesimetrisan paru
-          Auskultasi bunyi napas
-          Monitor saturasi oksigen
         Pemantauan jalan napas  (SIKI 2018, hal 247)
Terapeutik
-          Pertahankan kepatenan jalan napas
-          Berikan posisi semiforler atau fowler
-          Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
-          Berikan oksigen sesuai kebutuhan (mis nasal kanul,masker rebreathing, masker non rebreathing)
                      Dukungan ventilasi (SIKI 2018, hal 49)
Edukasi
-          Jelaskan tujuan pemantauan
-          Dokumentasi hasil pemantauan
Pemantauan jalan napas  (SIKI 2018, hal 247)
3.      Gangguan integritas kulit/jaringan
Perawatan integritas kulit (SIKI 2018, hal 316)
Observasi
-          Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit/jaringan
Terapeutik
-          Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
-          Gunakan produk berbahan ringan/alami pada kulit sensitif
-          Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
-          Anjurkan menggunakan pelembab
-          Anjurkan minum air yang cukup
-          Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
-          Anjurkan menghindari terpapar suhu yang ekstrem
-          Anjurkan mandi dengan menggunakan sabun secukupnya
4.      Resiko infeksi
Pencegahan infeksi (SIKI 2018, hal 278)
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
-          Batasi jumlah pengunjung
-          Berikan perawatan kulit pada area edema
-          Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan sekitar
-          Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
-          Jelaskan tanda dan gejala infeksi
-          Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
-          Ajarkan etika batuk
-          Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
-          Anjurkan meningkatkan status nutrisi
-          Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imuniasasi nyeri

D.    Implementasi
Implementasi keperawatan adalah seangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebi baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon 1994, dalam Potter & Perry, 2011)
E.     Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi, 2012)






















DAFTAR PUSTAKA

Betz, L. Cealy. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed.25. Jakarta: EGC.
Kurniah, Ade. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Klien Atresia Ani di Lantai III Utara RSUP Fatmawati. Diunduh pada tanggal 18/11/2019 pukul 22:4 Wita di http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-babii.pdf
Ngastiyah. (2005). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalan Edisi 1.  Jakarta: EGC.
Potter, Perry, 2011. Fundamental Keperawatan, Edisi . EGC : Jakarta.
Purwanto, Fitri. (200 1). Pedoman Klinis Keperawatan Bedah Anak. Jakarta: Amarta Jakarta.
Setiadi. (2012). Konsep dan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Graha      Ilmu
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa  Keperawatan          Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan             Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Wong, Donna L. (2003). Pedoman asuhan keperawatan pediatric dengan clinical pathways. Alih Bahasa: Ake dan Komalasari. Edisi 3. Jakata : EGC.