ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN
ASTRESIA ANI POST COLOSTOMY DI RUANG NICU B RSUP PROF KANDOU MANADO
Oleh :
ZAKIAH BAKRI
19014104025
CLINICAL THEACHER
Ns. Sefti Rompas, S. Kep., M.Kes
UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROFESI NERS
MANADO 2019
LAPORAN
PENDAHULUAN
ATRESIA
ANI
A.
Pengertian atresia ani
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya
tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya
lubang yang normal.
Atresia ani
disebut juga
anorektal
anomali atau
imperforata
anus.
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal
pada anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana
rectum tidak mempunyai
lubang ke luar (Wong, 2004). Atresia ani / Atresia rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya
rectal secara kongenital (Dorland,1998). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya. Atresia
ani
merupakan kelainan
bawaan (kongenital),
tidak
adanya lubang
atau saluran anus
(Donna L. Wong,
520 : 2003).
B.
Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus
umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa
ahli
masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi
carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain
juga
beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
C.
Klasifikasi
1.
Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator),
Ciri-cirinya adalah
rektum turun sampai ke otot
puborekektal spingter ani
eksternal dan
internal berkembang sempurna
dengan
fungsi
yang normal, rektum
menembus musklus levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling
jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara
lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (untuk
laki-laki fistula
ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk perempuan anterior ektopik anus atau
anocutaneus fistula
merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).
2.
Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly)
Ciri- cirinya
adalah ujung rektum
mencapai tingkat
muskulus Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot
puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada
lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu
fistula kecil
dari
kantong rektal
ke
bulbar),
dan anal agenesis tanpa fistula.
Sedangkan
untuk
perempuan bisa rektovagional
fistula,
analgenesis tanpa
fistula, dan rektovestibular fistula.
3.
Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator)
Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra.
Rektum berakhir
diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan ada anorektal agenesis
dengan
fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina posterior. Pada laki-laki dan perempuan biasanya rectal
atresia
D.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain Pada golongan 3 hampir
selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal
(dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang
pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir
di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul (Ngastiyah, 2005) :
1.
Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
3.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang
letaknya
salah.
4.
Perut kembung.
5.
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
E.
Patofisiologi
Pada
usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran
urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal
membagi kloaka menjadi
sinus
urogenital
anterior
dan intestinal posterior. Usia gestasi
minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal
dan
urinari secara sempurna. Pada usia gestasi
minggu ke-9, bagian
urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus tertutup oleh membran.
Atresia ani muncul
ketika
terdapat gangguan pada proses
tersebut.
Selama
pergerakan usus, mekonium
melewati usus besar ke rektum dan kemudian menuju
anus. Persarafan
di anal kanal membantu sensasi
keinginan untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitias otot. Otot tersebut membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi dengan
malformasi
anorektal
(atresia
ani) terjadi beberapa kondisi
abnormal sebagai berikut:
lubang anus sempit
atau
salah letak di depan tempat semestinya, terdapat membrane pada
saat
pembukaan anal,
rectum tidak terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula dan
tidak
terdapat pembukaan anus.
F.
Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.
Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal
2.
Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3.
Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan
untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam
sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible
seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4.
CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5.
Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6.
Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal
dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7.
Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga
bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
G.
Penatalaksanaan
1.
Kolostomi
Bayi laki-laki
maupun
perempuan yang didiagnosa mengalami malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula
membutuhkan satu atau beberapa
kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang
pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi
dilakukan untuk
anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly),
rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak udara di
ujung distal rektum ke
tanda timah atau logam di perineum pada
radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan
ada 2 : transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk
kolostomi yang
aman adalah stoma laras ganda. Kolostomi merupakan
perlindungan
sementara
(4-8 minggu) sebelum
dilakukan
pembedahan. Pemasangan
kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi.
Kolostomi ditutup 2-3 bulan
setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia12-15 bulan
2.
Dilatasi Anal
(secara digital
atau manual)
Dilatasi anal
dilakukan pertama oleh dokter,
kemu dilanjutkan oleh perawat. Setelah itu prosedur
ini
diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri. Klien dengan
anal
stenosis,
dilatasi
anal
dilakukan
3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal. Pada
perawatan
postoperatif anoplasty, dilatasi
dilakukan beberapa minggu (umumnya 1-2 minggu
setelah pembedahan. Dilatasi
anal
dilakukan dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan. Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup,
namun
dilatasi tetap dilanjutkan
dengan mengurangi
frekuensi.
Ukuran Hegar Dilator:
Umur Anak
|
Hegar Dilator
|
1-4 bulan
|
12
|
4-12 bulan
|
13
|
8-12 bulan
|
14
|
1-3 tahun
|
15
|
3-12 tahun
|
16
|
3.
Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama
periode
neonatal
jika bayi cukup umur dan
tanpa kerusakan
lain. Operasi ditunda paling
lama sampai
usia 3 bulan jika
tidak
mengalami konstipasi. Anoplasty
digunakan
untuk kelainan
rektoperineal fistula, rektovaginal fistula,
rektovestibular fistula,
rektouretral fistula,
atresia rektum.
4.
Laparoskopik/Bedah
Terbuka Tradisional
Pembedahan
ini
dilakukan dengan menarik rectum
pembukaan anus.
H. Komplikasi
1.
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2.
Obstruksi intestinal
3.
Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4.
Komplikasi jangka panjang :
a.
Eversi mukosa anal.
b.
Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c.
Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d.
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e.
Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f.
Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2002)
KONSEP KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas klien : Nama,
tempat tgl lahir, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan
,
No. CM, tanggal masuk RS,
Diagnosa Medis
2.
Riwayat Kesehatan
-
Keluhan
Utama
: Distensi abdomen
-
Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah,
perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina
atau meconium terdapat dalam urin
-
Riwayat
Kesehatan
Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah
setelah 24-48 jam pertama kelahiran
-
Riwayat Kesehatan Keluarga
: Merupakan kelainan kongenital
bukan kelainan/
-
Penyakit
menurun
sehingga belum tentu dialami
oleh angota keluarga yang lain
-
Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan
lingkungan tidak mempengaruhi
3.
Pemeriksaan Fisik : Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus
tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
B.
Diagnosa keperawatan
1.
Nyeri Akut (SDKI 2016, hal 172)
Definisi
|
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlansung kurang dari 3
bulan .
|
Penyebab
|
-
Agen
pencedera fisiologis (mis, inflamasi,iskemia,neoplasma)
-
Agen
pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
-
Agen
pencedera fisik (mis,abses ,amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)
|
Gejala dan tanda
mayor
|
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
-
Tampak
meringis
-
Bersikap
protektif (mis.waspada posisi menghindari nyeri)
-
Gelisah
-
Frekuensi
nadi meningkat
-
Sulit
tidur
|
Gejala dan tanda
minor
|
Subjektif
-
Objektif
-
Tekanan
darah meningkat
-
Pola
napas berubah
-
Nafsu
makan berubah
-
Proses
berpikir ternggagu
-
Menarik
diri
-
Berfokus
pada diri sendiri
-
Dioforesis
|
2.
Pola napas tidak efektif (SDKI 2016, hal 26)
Definisi
|
Inspirasi dan/ ekspirasi yang
tidak memberikan ventilasi adekuat
|
Penyebab
|
-
Depresi
pusat pernapasan
-
Hambatan
upaya napas
-
Deformitas
dinding dada
-
Gangguan
neuromuskuler
-
Penurunan
energi
-
Obesitas
-
Sindrom
hipoventilasi
|
Gejala dan tanda mayor
|
Subjektif : -
Objektif :
-
Penggunaan
otot bantu napas
-
Fase
ekspirasi memanjang
-
Pola
napas abnormal
|
Gejala dan tanda minor
|
Subjektif : Ortopnea
Objektif :
-
Pernapasan
cuping hidung
-
Tekanan
ekspirasi menurun
-
Tekanan
inspirasi menurun
|
3.
Gangguan integritas
kulit/jaringan (SDKI 2016, hal 282)
Definisi
|
Mengalami kerusakan kulit (dermis dan/
epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, atau
ligamen)
|
Penyebab
|
-
Perusahan sirkulasi
-
Perubahan status nutrisi
-
Kekurangan/kelebihan volume cairan
-
Penurunan mobilitas
-
Bahan kimia iritatif
-
Suhu lingkungan yang ekstrem
-
Faktor mekanis (mis penekanan, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi )
-
Terapi radiasi
|
Gejala dan tanda mayor
|
Subjektif : -
Objektif : kerusakan
jaringan dan atau lapisan kulit
|
Gejala dan tanda minor
|
Sunjektif : -
Objektif :
-
Nyeri
-
Perdarahan
-
Kemerahan
-
Hematoma
|
4.
Resiko infeksi (SDKI 2016, hal 304)
Definisi
|
Beresiko mengalami pningkatan terserang
organism patogenik
|
Factor resiko
|
-
Penyakit kronis (mis.diabetes mellitus)
-
Efek prosedur invasif
-
Malnutrisi
-
Peningkatan paparan organisme patogen
-
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
-
Gangguan peristatik
-
Kerusakan integritas kulit
-
Perubahan sekresi Ph
-
Penurunan kerja siliaris
-
Ketuban pecah lam
-
Ketuban pecah sebelum waktunya
-
Merokok
-
Statis cairan tubuh
-
Ketidakefektifan pertahan tubuh sekunder
-
Penurunan hemoglobin
-
Imununosupresi
-
Leukopenia
-
Supresi respon inflamasi
-
Vaksinasi tidak adekuat
|
C.
Intervensi
1.
Nyeri Akut
Manajemen Nyeri (SIKI 2018, hal 201)
Observasi
|
-
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
-
Identifikasi skala nyeri
-
Identifikasi respon nyeri non verbal
-
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-
Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
-
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
-
Identifikasi keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
-
Monitor efek samping penggunaan analgetik
|
Terapeutik
|
-
Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis TENS, hipnosis, akupuntur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
-
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
-
Fasilitas istirahat dan tidur
-
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
|
Edukasi
|
-
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
-
Jelaskan strategi meredakan nyeri
-
Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
-
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
-
Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
|
Kolaborasi
|
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
|
2.
Pola napas tidak efektif
Pemantauan jalan
napas (SIKI 2018, hal 247)
Dukungan
ventilasi (SIKI 2018, hal 49)
Observasi
|
-
Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman serta upaya
napas
-
Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul)
-
Monitor adanya produksi sputum
-
Palpasi kesimetrisan paru
-
Auskultasi bunyi napas
-
Monitor saturasi oksigen
Pemantauan jalan napas (SIKI 2018, hal 247)
|
Terapeutik
|
-
Pertahankan kepatenan jalan napas
-
Berikan posisi semiforler atau fowler
-
Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
-
Berikan oksigen sesuai kebutuhan (mis nasal
kanul,masker rebreathing, masker non rebreathing)
Dukungan ventilasi
(SIKI 2018, hal 49)
|
Edukasi
|
-
Jelaskan tujuan pemantauan
-
Dokumentasi hasil pemantauan
Pemantauan
jalan napas (SIKI 2018, hal 247)
|
3.
Gangguan integritas kulit/jaringan
Perawatan integritas kulit (SIKI 2018, hal 316)
Observasi
|
-
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit/jaringan
|
Terapeutik
|
-
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
-
Gunakan produk berbahan ringan/alami pada kulit
sensitif
-
Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
kering
|
Edukasi
|
-
Anjurkan menggunakan pelembab
-
Anjurkan minum air yang cukup
-
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
-
Anjurkan menghindari terpapar suhu yang ekstrem
-
Anjurkan mandi dengan menggunakan sabun secukupnya
|
4.
Resiko infeksi
Pencegahan
infeksi (SIKI 2018, hal 278)
Observasi
|
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
|
Terapeutik
|
-
Batasi jumlah pengunjung
-
Berikan perawatan kulit pada area edema
-
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan sekitar
-
Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi
|
Edukasi
|
-
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
-
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
-
Ajarkan etika batuk
-
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
-
Anjurkan meningkatkan status nutrisi
-
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
|
Kolaborasi
|
Kolaborasi pemberian imuniasasi nyeri
|
D.
Implementasi
Implementasi keperawatan
adalah seangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebi baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon 1994, dalam Potter
& Perry, 2011)
E.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Betz, L. Cealy. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
3. Jakarta: EGC.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Alih
Bahasa: Dyah Nuswantari Ed.25. Jakarta: EGC.
Kurniah, Ade. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Klien Atresia Ani di Lantai III Utara RSUP
Fatmawati. Diunduh pada tanggal 18/11/2019 pukul 22:4 Wita di http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-babii.pdf
Ngastiyah. (2005). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalan Edisi 1. Jakarta: EGC.
Potter, Perry, 2011.
Fundamental Keperawatan, Edisi . EGC : Jakarta.
Purwanto, Fitri. (200 1). Pedoman Klinis Keperawatan Bedah Anak. Jakarta:
Amarta Jakarta.
Setiadi. (2012). Konsep dan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta
: Graha Ilmu
Tim
Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim
Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Wong, Donna L. (2003). Pedoman asuhan keperawatan pediatric dengan
clinical pathways. Alih Bahasa: Ake dan Komalasari. Edisi 3. Jakata : EGC.