Minggu, 01 September 2019

PATOFISIOLOGI LENGKAP KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)




Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin (Wolfdorf, J., at al., 2006; Savodelli, R D., Farhat, S C., Manna., T D., 2010.).
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi  bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh pernapasan kussmaul.
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam (Wolfdorf, J., at al., 2006).
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik (Wolfdorf, J., at al., 2006).




                                                                                                                                        




LP Sectio Caesarea SDKI-SIKI lengkap


LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA

A.    Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan sepeti sebelum hamil dalam waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Saifuddin, 2009). Masa nifas adalah masa setelah partus selesai sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini kira-kira 6-8 minggu (Abidin, 2011). Tahapan masa nifas antara lain :
1.       Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
a.       Ibu masih pasif dan tergantung pada orang lain.
b.      Perhatian ibu masih tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
c.       Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan.
d.      Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi semula.
e.      Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.
2.       Periode Taking On atau Taking Hold (hari ke 2-4 setelah melahirkan)
a.       Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung jawab akan bayinya.
b.      Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB, dan daya tahan tubuh.
c.       Ibu berusaha untuk menguasai ketrampilan merawat bayi seperti menggendong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok.
d.      Ibu biasanya terbuka menerima nasihat dan kritikan.
e.      Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu membesarkan bayinya.
3.       Periode Letting Go
a.       Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi oleh dukungan dan perhatian keluarga.
b.      Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan sosial.
c.       Depresi postpartum sering terjadi pada masa ini.
4.       Tanda-tanda bahaya nifas
Tanda-tanda bahaya masa nifas menurut Pitriani dan Andriani (2014) adalah:
a.       Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari dua pembalut dalam waktu setengah jam).
b.      Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.
c.       Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung.
d.      Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastric, atau masalah penglihatan.
e.       Pembengkakan pada wajah dan tangan, demam, muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni, atau merasa tidak enak badan.
f.       Payudara yang memerah, panas, dan sakit.
g.      Kehilangan selera makan dalam waktu yang berkepanjangan.
h.      Rasa sakit, warna merah, dan pembengkakan pada kaki.
i.        Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri sendiri atau bayi.
j.        Merasa sangat letih atau bernapas terengah-engah.

B.      Sectio Caesarea
1)      Definisi
Definisi Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro et al, 2007). Sectio Caesarea adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Gurusinga, 2015)
2)      Etiologi
Adapun indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea sebagai berikut :
1)      Etiologi yang berasal dari ibu
a.       Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.
b.      Panggul sempit
c.       Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul.
d.      Partus lama (prognoled labor)
e.      Ruptur uteri mengancam
f.        Partus tak maju (obstructed labor)
g.       Distosia serviks
h.      Pre-eklamsia dan hipertensi i)Disfungsi uterus
i.         Distosia jaringan lunak.
2)      Etiologi yang berasal dari janin
a.       Letak lintang
b.      Letak bokong
c.       Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil
d.      Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak berhasil.

3)      Manifestasi Klinis
Menurut Prairohardjo, 2007, manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea menurut antara lain :
a.       Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml
b.      Terpasang kateter, urin jernih dan pucat
c.       Abdomen lunak dan tidak ada distensi
d.      Bising usus tidak ada
e.      Ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru
f.        Balutan abdomen tampak sedikit noda
g.        Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

4)      Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, Cephalopelvik Disproportion, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Efek anestesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan konstipasi. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post SC, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi. Setelah kelahiran bayi prolaktin dan oksitosin meningkat menyebabkan efeksi ASI, efeksi ASI yang tidak adekuat menimbulkan masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi.

5)      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Hitung darah lengkap
b.      Golongan darah (ABO), dan pencocokan silang, tes Coombs Nb
c.       Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.
d.      Pelvimetri : menentukan CPD
e.      Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
f.        Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan pertumbuha,kedudukan, dan presentasi janin
g.       Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin
h.      Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadapgerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal.
i.         Penetuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/aktivitas uterus.

6)      Komplikasi
Chamberlian, dkk (2012), komplikasi Sectio Caesarea menurut adalah :
a.       Hemoragik
Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah pada otak. Paling buruk dari sudut insisi atau pada plasenta previa.
b.      Infeksi
Infeksi memiliki 5 tanda utama yaitu calor (panas), dolor (nyeri), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), functiolaesa (gangguan fungsi). Antibiotik profilaktis biasanya diberikan untuk sectio caesarea, terutama jika operasi dilakukan setelah ketuban pesah.
c.       Trombosis
Trombosis adalah proses koagulasi dalam pebuluh darah yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah atau bahkan menghentikan aliran darah. Risiko 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran melalui vagina. Biasanya terjadi pada vena tungkai atau panggul. Ri siko berupa embolisme trombus pada pembuluh darah paru. Antikoagulan profilaktik diberikan, terutama pada ibu yang berisiko tinggi (usia diatas 35 tahun, anemia, riwayat trombosit, obesitas)
d.      Ileus
Ileus adalah keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara terhenti. Ileus ringan dapat berlangsung selama 1 hari setelah operasi. Tangani secara konservatif dengan memberikan cairan intravena dan jangan berikan cairan oral hingga ibu flatus.
e.      Gangguan rasa nyaman
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini 16 menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Nyeri yang dirasakan klien merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi sectio caesarea yang dilakukan (Tazkiyah, 2014).
f.        Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang (Yuli, 2017).

7)      Penatalaksanaan
Menurut Yuli (2017) penatalaksanaan Sectio Caesarea adalah :
a.       Perawatan Awal
1)      Yakinkan jalan napas bersih dan cukup ventilasi.
2)      Pemeriksaan tanda-tanda vital.
3)      Periksa kesadaran ibu.
4)      Transfusi darah bila perlu.
5)      Beri posisi nyaman.
b.      Fungsi Gastrointestinal
1)      Jika tindakan bedah tidak berat, berikan klien diet cair.
2)      Jika ada tanda infeksi, atau jika sectio caesarea karena partus macet atau rupture uteri, tunggu sampai bising usus timbul.
3)      Jika klien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
4)      Pemberian infus diteruskan hingga klien dapat minum dengan baik.
5)      Jika pemberian infus melebihi 48 jam berikan cairan elektrolit untuk keseimbangan cairan seperti kalium klorida 40 mg.
6)       Sebelum keluar dari rumah sakit pastikan klien dapat minum dan makan biasa.
c.       Perawatan Luka
Perawatan luka diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan yang berlebih dan menghindari terjadinya infeksi. Sectio caesarea merupakan pembedahan bersih. Prinsip dalam pemberian perawatan luka adalah pembersihan, penutupan dan perlindungan luka (Sjamsuhidajat, 2010).
d.      Analgesik
Pemberian analgesik sangat penting untuk mengurangi rasa nyeri.
e.      Perawatan Fungsi Kandung Kemih
1)      Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah.
2)      Jika urine tidak jernih, biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
3)      Kateter dipasang 48 jam jika pada kasus bedah karena rupture uteri, partus macet, edema perineum yang luas, sepsis puerperalis atau pelvio peritonitis.
4)      Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih pasang kateter sampai minimal 7 hari atau hingga urine jernih.
5)      Jika sudah tidak menggunakan antibiotik, berikan nitrofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah sistitis).
f.        Antibiotik
Jika ada tanda infeksi atau klien demam berikan antibiotik hingga klien bebas dari demam sampai 48 jam.
g.       Mengambil Jahitan
Pelepasan jahitan kulit dilakukan setelah 5 hari dari hari dilakukannya pembedahan.
h.      Ambulasi atau Mobilisasi
Ambulasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Ambulasi dini sesuai tahapan prosedur yaitu setelah 6 jam pertama ibu dengan post sectio caesarea sebaiknya melakukan tirah baring dengan menggerakan lengan tangan, kaki 21 dan tungkai bawah, serta miring kiri dan miring kanan. Setelah itu, ibu mulai dapat duduk setelah 6-10 jam post sectio caesarea. Kemudian, secara bertahap dapat mulai belajar berjalan secara perlahan dan perlu pengawasan.











































ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DENGAN KLIEN POST PASTUM SECTIO CAESAREA
A.    Pengkajian
1.       Identitas klien
Menurut Fauziah dan Sutejo (2012) identitas klien meliputi:
a.       Nama : untuk mengetahui nama klien agar mempermudah dalam komunikasi dan tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b.      Umur : untuk mengetahui faktor risiko yang ada hubungannya dengan klien.
c.       Pendidikan : untuk mengetahui pendidikan terakhir klien.
d.      Pekerjaan : untuk mengetahui sosial ekonomi klien.
e.      Suku bangsa : untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras.
f.        Agama : untuk memberikan motivasi sesuai agama yang dianut klien.
g.       Alamat : untuk mengetahui alamat klien agar mempermudah mencari alamat jika terjadi sesuatu.
h.      Identitas suami atau penanggung jawab : untuk mengetahui yang bertanggung jawab atas klien selama perawatan.
2.       Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan menurut Fauziah dan Sutejo (2012) adalah:
a.       Keluhan utama : ditanyakan alasan klien datang dan keluhan-keluhannya.
b.      Riwayat Kesehatan sekarang : ditanyakan penyakit yang diderita dan pernah diderita baik akut maupun kronis serta penyakit menular dan keturunan.
c.       Riwayat menstruasi : ditanyakan fisiologis reproduksi (usia menarche, siklus, lama menstruasi, masalah-masalah menstruasi, perdarahan irreguler, nyeri hebat, perdarahan sampai menggumpal selama menstruasi dan lain-lain).
d.      Riwayat penggunaan alat kontrasepsi.
e.      Riwayat penyakit dahulu dan operasi sebelumnya.
f.        Riwayat kesehatan keluarga : ditanyakan penyakit-penyakit dan masalah kesehatan dalam keluarga.
3.       Riwayat Obstetrik
Untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan, abortus, dan anak hidup yang dimiliki saat periksa sekarang. Menurut Fauziah dan Sutejo (2012), riwayat antara lain :
a.       Paritas ibu hamil dituliskan G P A, yang artinya : G = jumlah kehamilan sampai saat ini; P = jumlah kelahiran; A 23 = abortus yang pernah dialami. Selain G P A, dalam paritas ibu hamil juga ditulis G T P A L, yang artinya : G = jumlah kehamilan sampai saat ini; T = kehamilan term jumlah kehamilan cukup bulan; P = kehamilan prematur; A = aborsi (jumlah aborsi spontan atau elektif); L = living (jumlah anak hidup saat ini).
b.      Penggunaan obat-obatan selama kehamilan, paparan penyakit dan paparan toksin ditanyakan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari masalah-masalah tersebut.
c.       Adaptasi kehamilan serta reaksi bagi ibu hamil, pasangan atau suaminya, maupun keluarga ditanyakan untuk mengetahui penerimaan klien, pasangan, dan keluarga terhadap kelahiran bayi yang dapat mempengaruhi pemeliharaan bayi.
d.      Riwayat persalinan.
4.       Pemeriksaan Head to Toe
a.       Kepala : meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut dan keadaan kulit kepala.
b.      Muka : Terlihat pucat dan tampak menahan sakit.
c.       Mata : anemis atau tidak, dengan melihat konjungtiva merah segar atau merah pucat, sklera putih atau kuning.
d.      Hidung : ada polip atau tidak, bersih atau kotor, untuk mengetahui adanya gangguan jalan.
e.      Gigi : bersih atau kotor, ada karies atau tidak, untuk mengetahui kecukupan kalsium.
f.        Lidah : bersih atau kotor, untuk mengetahui indikasi yang mengarah pada penyakit tertentu misalnya tifoid.
g.       Bibir : pecah atau tidak, ada stomatitis atau tidak, untuk mengetahui kecukupan vitamin dan mineral.
h.      Telinga : bersih atau kotor, ada peradangan maupun benjolan atau tidak, untuk mengetahui adanya tanda infeksi atau tumor.
i.         Payudara : simetris atau tidak, bersih atau kotor, ada retraksi atau tidak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada payudara.
j.        Abdomen : ada luka bekas operasi atau tidak, simetris atau tidak.
k.       Dada : adanya jejas atau tidak, suara tambahan atau tidak, simetris atau tidak.
l.         Genetalia eksternal : Ada oedema atau tidak, ada pembengkakan kelenjar atau tidak, adakah pembentukan lochea dan apa warnanya.
m.    Ekstermitas : ada varises atau oedema pada tangan maupun kaki atau tidak, simetris atau tidak, ada gangguan atau tidak.
Pemeriksaan fisik atau Head to toe terdapat 4 macam tindakan menurut Huda dan Kusuma (2015) yaitu :
a.       Inspeksi : pemeriksaan dengan melihat secara visual dari kepala hingga kaki.
b.      Palpasi : pemeriksaan secara perabaan, pada pemeriksaan ini hanya diperiksa pada perut adakah massa, adakah nyeri tekan, bagaimana keadaan umum.
c.       Perkusi : pemeriksaan dengan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainya.
d.      Auskultasi : pemeriksaan dengan cara mendengarkan, biasanya menggunakan stetoskop.
B.     Diagnosa
1.      Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlansung kurang dari 3 bulan .
Penyebab
1.      Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi,iskemia,neoplasma)
2.      Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
3.      Agen pencedera  fisik (mis,abses ,amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
1.      Tampak meringis
2.      Bersikap protektif (mis.waspada posisi menghindari nyeri)
3.      Gelisah
4.      Frekuensi nadi meningkat
5.      Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
-
Objektif
1.      Tekanan darah meningkat
2.      Pola napas BERUBAH
3.      Nafsu makan berubah
4.      Proses berpikir ternggagu
5.      Menarik diri
6.      Berfokus pada diri sendiri
7.      Dioforesis

2.      Resiko infeksi
Definisi
 Beresiko mengalami pningkatan terserang organism patogenik
Factor resiko
1.      Penyakit kronis (mis.diabetes mellitus)
2.      Efek prosedur invasif
3.      Malnutrisi
4.      Peningkatan paparan organisme patogen
5.      Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
a.       Gangguan peristatik
b.      Kerusakan integritas kulit
c.       Perubahan sekresi Ph
d.      Penurunan kerja siliaris
e.       Ketuban pecah lam
f.       Ketuban pecah sebelum waktunya
g.      Merokok
h.      Statis cairan tubuh
6.      Ketidakefektifan pertahan tubuh sekunder
a.       Penurunan hemoglobin
b.      Imununosupresi
c.       Leukopenia
d.      Supresi respon inflamasi
e.       Vaksinasi tidak adekuat


3.      Ketidakefektifan pola napas
Definisi
Inspirasi dan/atau ekspresi yang tidak memberikan  ventilasi adekuat
Penyebab
1.      Depresi pusat pernapasan
2.      Hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernapasan
3.      Deformitas dinding dada
4.      Deformitas tulang dada
5.      Gangguan neuromuscular
6.      Gangguan neurologis (mis.elektroensefalogram [EEG] positif,cedera kepala,gangguan kejang)
7.      Imaturitas neurologis
8.       Penurunan energy
9.      Obesitas
10.  Posisi tubuh yang mengahambat 
11.  Sindrom hipoventilasi
12.   Kerusakan intervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas )
13.  Cedera pada medulla spinalis
14.  Efek agen farmakologis
15.  Kecemasan

Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1.   Dispnea
Ojektif
1.      Pengunaan otot bantu pernapasan
2.      Fase ekspirasi memanjang
3.      Pola napas abnormal (mis.takinea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
Ortopnea
Objetif
1.      Pernapasan pursed –lip
2.      Pernapasan cuping hidung
3.      Diameter thoraks anterior- posterior meningkat
4.      Ventilasi semenit menurun
5.      Kapasitas vital menurun
6.      Tekanan ekspirasi menurun
7.      Tekanan inspirasi menurun
8.      Ekskursi dada berubah

4.      Resiko kekurangan volume cairan
Definisi
Beresiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari intravascular, interstisial atau intraselular.
Factor resiko
1.      Prosedur pembedahan mayor
2.      Trauma/perdarahan
3.      Luka bakar
4.      Aferseis
5.      Asites
6.      Obstruksi intesianal
7.      Peradangan pancreas
8.      Penyakit ginjal dan kelenjar
9.      Disfugsi intestianal

5.      Ansietas
Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektifindividu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghaapi ancaman
Penyebab
1.      Krisis situasional
2.      Kebutuahan tidak terpenuhi
3.      Krisis maturasional
4.      Ancaman terhadap konsep diri
5.      Ancaman terhadap kematian
6.      Kekhawatiran mengalami kegagalan
7.      Disfungsi system keluarga
8.      Hubungan orang tua- anak tidak memuaskan
9.      Factor keturunan (temperamen mudah teagitas sejak lahir )
10.  Penyalangunaan zat
11.  Terpapar bahaya lingkungan (mis.toksin, polutan, dan lain-lain)
12.  Kurang terpapar onformasi

Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1.      Merasa tersinggung
2.      Merasa khawatir dengan akibat daro kondisi yang dihadapi
3.      Sulit berkonsengtrasi
Objektif
1.      Tampak gelisah
2.      Tampak tegang
3.      Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1.      Mengeluh pusing
2.      Anoreksia
3.      Palpitasi
4.      Merasa tidak berdaya
Subjektif
1.      Frekuensi napas meningkat
2.      Frekuensi nadi menigkat
3.      Tekanan darah meningkat
4.      Diaphoresis
5.      Tremor
6.      Muka tampak pucat
7.      Suara bergetar
8.      Kontak mata buruk
9.      Sering berkemih
10.  Berorientasi pada masa lalu

6.      Berduka
Definisi
Respon psikologis yang ditunjukkan oleh klien akibat kehilangan (orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh, atau hubungan)
Penyebab
1.      Kematian keluarga atau orang yang berarti
2.      Antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti
3.      Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan sosial)
4.      Antisipasi kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan sosial)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1.      Merasa sedih
2.      Merasa bersalah atau menyalahkan orang lain
3.      Tidak menerima kehilangan
4.      Merasa tidak ada harapan
Objektif
1.       Menangis
2.      Pola tidur berubah
3.      Tidak mampu konsentrasi
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1.      Mimpi buruk atau pola mimpi berubah
2.      Merasa tidak berguna
3.      Fobia
Subjektif
1.      Marah
2.      Tampak panik
3.      Fungsi imunitas terganggu

C.     Intervensi
1.      Nyeri akut
Observasi
1.      Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2.      Identifikasi skala nyeri
3.      Identifikasi respon nyeri non verbal
4.      Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5.      Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
6.      Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7.      Identifikasi keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8.      Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1.      Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis TENS, hipnosis, akupuntur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2.      Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3.      Fasilitas istirahat dan tidur
4.      Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1.      Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.      Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.      Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4.      Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5.      Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
                                                                                        SIKI, 2019 hal 201
2.      Resiko infeksi
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
1.      Batasi jumlah pengunjung
2.      Berikan perawatan kulit pada area edema
3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan sekitar
4.      Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
1.      Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2.      Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3.      Ajarkan etika batuk
4.      Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5.      Anjurkan meningkatkan status nutrisi
6.      Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imuniasasi nyeri
                                                                                        SIKI, 2019 hal 278

3.      Ketidakefektifan pola napas
Observasi
1.          Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2.          Monitor pola napas (mis bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul)
3.          Monitor kemampuan batuk efektif
4.          Monitor adanya produksi sputum
5.          Monitor adanya sumbatan jalan napas
6.          Monitor kesemtrisan ekspansi paru
7.          Auskultasi bunyi napas
8.          Monitor saturasi oksigen
9.          Monitor nilai AGD
10.      Monitor hasil X-Ray thoraks
Terapeutik
1.      Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2.      Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1.      Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2.      Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
                                                                                                     SIKI 2019, hal 247
4.      Resiko kekurangan volume cairan
Observasi
1.      Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2.      Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1.      Hitung kebutuhan cairan
2.      Berikan posisi modified trendelenburg
3.      Berikan asupan cairan oral
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis NaCl, RL)
2.      Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3.      Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis albumin, plasmanate)
4.      Kolaborasi pemberian produk darah
                                                                                        SIKI, 2019 hal 184
5.      Ansietas
Observasi
1.      Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis kondisi koma, waktu, stresor)
2.      Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3.      Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
1.      Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2.      Temani pasien  untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3.      Pahami situasi yang membuat ansietas
4.      Dengarkan dengan penuh perhatian
5.      Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6.      Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7.      Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
1.      Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
2.      Informasikan secara faktual mengenal diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3.      Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perl u
4.      Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5.      Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6.      Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7.      Latih tehnik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu
                                                                                               SIKI, 2019 hal 387
6.    Berduka
Observasi
1.      Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk bagi pasien
2.      Identifikasi hal yang telah memicu emosi
Terapeutik
1.      Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih
2.      Buat pernyataan suportif atau empati selama fase berduka
3.      Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (mis merangkul, menepuk-nepuk)
4.      Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas, jika perlu
5.      Kurangi tuntuan berpikir saat sakit atau lelah
Edukasi
1.      Edukasi konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah atau malu
2.      Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami (mis ansietas, marah, sedih)
3.      Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional sebelumnya dan pola respons yang biasa digunakan
4.      Ajarkan penggunaan pertahanan yang tepat
Kolaborasi
Rujuk untuk konseling, jika perlu
                                                                                                 SIKI, 2019 hal 24
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Atnatika. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Sectio Caesarea Dengan Nyeri Akut Di Ruang Mawar I Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Diunduh pada tanggal 29/08/2019 di http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/repo/disk1/33/01-gdl-atnatikawi-1603-1-ktiatna-a.pdf
Martowijo, Astry Lanu. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Op Sectio Caesarea Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri) Di Ruang Nifas Rsu Dewi Sartika Kendari. Diunduh pada tanggal 29/08/2019 pada http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/516/1/KTI%20ASTRY%20LM%20fix.pdf
Chamberlian, geoffrey.,Steer,Philip.,Zander,Luke.2012.ABC Asuhan Persalinan. Jakarta:EGC.
Wiknjosastro, Hanifah., Abdul Bari Saifuddin & Trijatmo Rachimhadhi.2007.Ilmu Bedah Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.