LAPORAN
PENDAHULUAN
SECTIO
CAESAREA
A.
Masa Nifas
Masa
nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan sepeti sebelum
hamil dalam waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Masa nifas atau
puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
setelah melahirkan (Saifuddin, 2009). Masa nifas adalah masa setelah partus
selesai sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil.
Lamanya masa nifas ini kira-kira 6-8 minggu (Abidin, 2011). Tahapan masa nifas
antara lain :
1. Periode
Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
a. Ibu
masih pasif dan tergantung pada orang lain.
b. Perhatian
ibu masih tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
c. Ibu
akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan.
d. Memerlukan
ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi semula.
e. Nafsu
makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.
2. Periode
Taking On atau Taking Hold (hari ke 2-4 setelah melahirkan)
a. Ibu
memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung jawab akan
bayinya.
b. Ibu
memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB, dan daya tahan
tubuh.
c. Ibu
berusaha untuk menguasai ketrampilan merawat bayi seperti menggendong,
menyusui, memandikan, dan mengganti popok.
d. Ibu
biasanya terbuka menerima nasihat dan kritikan.
e. Kemungkinan
ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu membesarkan bayinya.
3. Periode
Letting Go
a. Terjadi
setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi oleh dukungan dan perhatian
keluarga.
b. Ibu
sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi
sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan sosial.
c. Depresi
postpartum sering terjadi pada masa ini.
4. Tanda-tanda
bahaya nifas
Tanda-tanda bahaya masa nifas menurut
Pitriani dan Andriani (2014) adalah:
a. Perdarahan
hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau
jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari dua pembalut dalam waktu setengah
jam).
b. Pengeluaran
cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.
c. Rasa
nyeri diperut bagian bawah atau punggung.
d. Sakit
kepala yang terus menerus, nyeri epigastric, atau masalah penglihatan.
e. Pembengkakan
pada wajah dan tangan, demam, muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni, atau
merasa tidak enak badan.
f. Payudara
yang memerah, panas, dan sakit.
g. Kehilangan
selera makan dalam waktu yang berkepanjangan.
h. Rasa
sakit, warna merah, dan pembengkakan pada kaki.
i.
Merasa sangat sedih atau tidak mampu
mengurus diri sendiri atau bayi.
j.
Merasa sangat letih atau bernapas
terengah-engah.
B.
Sectio Caesarea
1) Definisi
Definisi Sectio Caesarea adalah suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Wiknjosastro et al, 2007). Sectio Caesarea adalah
proses persalinan yang dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Gurusinga,
2015)
2) Etiologi
Adapun indikasi untuk melakukan Sectio
Caesarea sebagai berikut :
1) Etiologi
yang berasal dari ibu
a. Plasenta
Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.
b. Panggul
sempit
c. Disporsi
sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul.
d. Partus
lama (prognoled labor)
e. Ruptur
uteri mengancam
f.
Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia
serviks
h. Pre-eklamsia
dan hipertensi i)Disfungsi uterus
i.
Distosia jaringan lunak.
2) Etiologi
yang berasal dari janin
a. Letak
lintang
b. Letak
bokong
c. Presentasi
rangkap bila reposisi tidak berhasil
d. Presentasi
dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak
berhasil.
3) Manifestasi
Klinis
Menurut Prairohardjo, 2007, manifestasi
klinis pada klien dengan post sectio caesarea menurut antara lain :
a. Kehilangan
darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml
b. Terpasang
kateter, urin jernih dan pucat
c. Abdomen
lunak dan tidak ada distensi
d. Bising
usus tidak ada
e. Ketidaknyamanan
untuk menghadapi situasi baru
f.
Balutan abdomen tampak sedikit noda
g. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan,
berlebihan dan banyak.
4) Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan
pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal
atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
Cephalopelvik Disproportion, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak
maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Efek anestesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan
konstipasi. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post SC, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi. Setelah kelahiran bayi prolaktin dan oksitosin
meningkat menyebabkan efeksi ASI, efeksi ASI yang tidak adekuat menimbulkan
masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi.
5) Pemeriksaan
Diagnostik
a. Hitung
darah lengkap
b. Golongan
darah (ABO), dan pencocokan silang, tes Coombs Nb
c. Urinalisis
: menentukn kadar albumin/glukosa.
d. Pelvimetri
: menentukan CPD
e. Kultur
: mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
f.
Ultrasonografi : melokalisasi plasenta
menetukan pertumbuha,kedudukan, dan presentasi janin
g. Amniosintess
: Mengkaji maturitas paaru janin
h. Tes
stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadapgerakan/stres
dari polakontraksi uterus/polaabnormal.
i.
Penetuan elektronik selanjutnya :
memastikan status janin/aktivitas uterus.
6) Komplikasi
Chamberlian, dkk (2012), komplikasi
Sectio Caesarea menurut adalah :
a. Hemoragik
Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah
pada otak. Paling buruk dari sudut insisi atau pada plasenta previa.
b. Infeksi
Infeksi memiliki 5 tanda utama yaitu
calor (panas), dolor (nyeri), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), functiolaesa
(gangguan fungsi). Antibiotik profilaktis biasanya diberikan untuk sectio
caesarea, terutama jika operasi dilakukan setelah ketuban pesah.
c. Trombosis
Trombosis adalah proses koagulasi dalam
pebuluh darah yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah atau bahkan
menghentikan aliran darah. Risiko 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
kelahiran melalui vagina. Biasanya terjadi pada vena tungkai atau panggul. Ri
siko berupa embolisme trombus pada pembuluh darah paru. Antikoagulan
profilaktik diberikan, terutama pada ibu yang berisiko tinggi (usia diatas 35
tahun, anemia, riwayat trombosit, obesitas)
d. Ileus
Ileus adalah keadaan dimana pergerakan
kontraksi normal dinding usus untuk sementara terhenti. Ileus ringan dapat
berlangsung selama 1 hari setelah operasi. Tangani secara konservatif dengan
memberikan cairan intravena dan jangan berikan cairan oral hingga ibu flatus.
e. Gangguan
rasa nyaman
Rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini 16
menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Nyeri
yang dirasakan klien merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi sectio
caesarea yang dilakukan (Tazkiyah, 2014).
f.
Luka kandung kemih, emboli paru dan
keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi. Kemungkinan ruptur
uteri spontan pada kehamilan mendatang (Yuli, 2017).
7) Penatalaksanaan
Menurut Yuli (2017) penatalaksanaan
Sectio Caesarea adalah :
a. Perawatan
Awal
1) Yakinkan
jalan napas bersih dan cukup ventilasi.
2) Pemeriksaan
tanda-tanda vital.
3) Periksa
kesadaran ibu.
4) Transfusi
darah bila perlu.
5) Beri
posisi nyaman.
b. Fungsi
Gastrointestinal
1) Jika
tindakan bedah tidak berat, berikan klien diet cair.
2) Jika
ada tanda infeksi, atau jika sectio caesarea karena partus macet atau rupture
uteri, tunggu sampai bising usus timbul.
3) Jika
klien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
4) Pemberian
infus diteruskan hingga klien dapat minum dengan baik.
5) Jika
pemberian infus melebihi 48 jam berikan cairan elektrolit untuk keseimbangan
cairan seperti kalium klorida 40 mg.
6) Sebelum keluar dari rumah sakit pastikan klien
dapat minum dan makan biasa.
c. Perawatan
Luka
Perawatan luka diperlukan untuk mencegah
terjadinya perdarahan yang berlebih dan menghindari terjadinya infeksi. Sectio
caesarea merupakan pembedahan bersih. Prinsip dalam pemberian perawatan luka
adalah pembersihan, penutupan dan perlindungan luka (Sjamsuhidajat, 2010).
d. Analgesik
Pemberian analgesik sangat penting untuk
mengurangi rasa nyeri.
e. Perawatan
Fungsi Kandung Kemih
1) Jika
urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah.
2) Jika
urine tidak jernih, biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
3) Kateter
dipasang 48 jam jika pada kasus bedah karena rupture uteri, partus macet, edema
perineum yang luas, sepsis puerperalis atau pelvio peritonitis.
4) Jika
terjadi perlukaan pada kandung kemih pasang kateter sampai minimal 7 hari atau
hingga urine jernih.
5) Jika
sudah tidak menggunakan antibiotik, berikan nitrofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah sistitis).
f.
Antibiotik
Jika ada tanda infeksi atau klien demam
berikan antibiotik hingga klien bebas dari demam sampai 48 jam.
g. Mengambil
Jahitan
Pelepasan jahitan kulit dilakukan
setelah 5 hari dari hari dilakukannya pembedahan.
h. Ambulasi
atau Mobilisasi
Ambulasi menyebabkan perbaikan
sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal
normal. Ambulasi dini sesuai tahapan prosedur yaitu setelah 6 jam pertama ibu
dengan post sectio caesarea sebaiknya melakukan tirah baring dengan menggerakan
lengan tangan, kaki 21 dan tungkai bawah, serta miring kiri dan miring kanan.
Setelah itu, ibu mulai dapat duduk setelah 6-10 jam post sectio caesarea.
Kemudian, secara bertahap dapat mulai belajar berjalan secara perlahan dan
perlu pengawasan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DENGAN KLIEN POST PASTUM SECTIO
CAESAREA
A. Pengkajian
1. Identitas
klien
Menurut Fauziah dan Sutejo (2012)
identitas klien meliputi:
a. Nama
: untuk mengetahui nama klien agar mempermudah dalam komunikasi dan tidak
keliru dalam memberikan penanganan.
b. Umur
: untuk mengetahui faktor risiko yang ada hubungannya dengan klien.
c. Pendidikan
: untuk mengetahui pendidikan terakhir klien.
d. Pekerjaan
: untuk mengetahui sosial ekonomi klien.
e. Suku
bangsa : untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras.
f.
Agama : untuk memberikan motivasi sesuai
agama yang dianut klien.
g. Alamat
: untuk mengetahui alamat klien agar mempermudah mencari alamat jika terjadi sesuatu.
h. Identitas
suami atau penanggung jawab : untuk mengetahui yang bertanggung jawab atas
klien selama perawatan.
2. Riwayat
Kesehatan
Riwayat kesehatan menurut Fauziah dan
Sutejo (2012) adalah:
a. Keluhan
utama : ditanyakan alasan klien datang dan keluhan-keluhannya.
b. Riwayat
Kesehatan sekarang : ditanyakan penyakit yang diderita dan pernah diderita baik
akut maupun kronis serta penyakit menular dan keturunan.
c. Riwayat
menstruasi : ditanyakan fisiologis reproduksi (usia menarche, siklus, lama
menstruasi, masalah-masalah menstruasi, perdarahan irreguler, nyeri hebat,
perdarahan sampai menggumpal selama menstruasi dan lain-lain).
d. Riwayat
penggunaan alat kontrasepsi.
e. Riwayat
penyakit dahulu dan operasi sebelumnya.
f.
Riwayat kesehatan keluarga : ditanyakan
penyakit-penyakit dan masalah kesehatan dalam keluarga.
3. Riwayat
Obstetrik
Untuk mengetahui riwayat kehamilan,
persalinan, abortus, dan anak hidup yang dimiliki saat periksa sekarang.
Menurut Fauziah dan Sutejo (2012), riwayat antara lain :
a. Paritas
ibu hamil dituliskan G P A, yang artinya : G = jumlah kehamilan sampai saat
ini; P = jumlah kelahiran; A 23 = abortus yang pernah dialami. Selain G P A,
dalam paritas ibu hamil juga ditulis G T P A L, yang artinya : G = jumlah
kehamilan sampai saat ini; T = kehamilan term jumlah kehamilan cukup bulan; P =
kehamilan prematur; A = aborsi (jumlah aborsi spontan atau elektif); L = living
(jumlah anak hidup saat ini).
b. Penggunaan
obat-obatan selama kehamilan, paparan penyakit dan paparan toksin ditanyakan
untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari masalah-masalah tersebut.
c. Adaptasi
kehamilan serta reaksi bagi ibu hamil, pasangan atau suaminya, maupun keluarga
ditanyakan untuk mengetahui penerimaan klien, pasangan, dan keluarga terhadap
kelahiran bayi yang dapat mempengaruhi pemeliharaan bayi.
d. Riwayat
persalinan.
4. Pemeriksaan
Head to Toe
a. Kepala
: meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut dan keadaan
kulit kepala.
b. Muka
: Terlihat pucat dan tampak menahan sakit.
c. Mata
: anemis atau tidak, dengan melihat konjungtiva merah segar atau merah pucat,
sklera putih atau kuning.
d. Hidung
: ada polip atau tidak, bersih atau kotor, untuk mengetahui adanya gangguan
jalan.
e. Gigi
: bersih atau kotor, ada karies atau tidak, untuk mengetahui kecukupan kalsium.
f.
Lidah : bersih atau kotor, untuk
mengetahui indikasi yang mengarah pada penyakit tertentu misalnya tifoid.
g. Bibir
: pecah atau tidak, ada stomatitis atau tidak, untuk mengetahui kecukupan
vitamin dan mineral.
h. Telinga
: bersih atau kotor, ada peradangan maupun benjolan atau tidak, untuk
mengetahui adanya tanda infeksi atau tumor.
i.
Payudara : simetris atau tidak, bersih
atau kotor, ada retraksi atau tidak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan
pada payudara.
j.
Abdomen : ada luka bekas operasi atau
tidak, simetris atau tidak.
k. Dada
: adanya jejas atau tidak, suara tambahan atau tidak, simetris atau tidak.
l.
Genetalia eksternal : Ada oedema atau
tidak, ada pembengkakan kelenjar atau tidak, adakah pembentukan lochea dan apa
warnanya.
m. Ekstermitas
: ada varises atau oedema pada tangan maupun kaki atau tidak, simetris atau
tidak, ada gangguan atau tidak.
Pemeriksaan
fisik atau Head to toe terdapat 4 macam tindakan menurut Huda dan Kusuma (2015)
yaitu :
a. Inspeksi
: pemeriksaan dengan melihat secara visual dari kepala hingga kaki.
b. Palpasi
: pemeriksaan secara perabaan, pada pemeriksaan ini hanya diperiksa pada perut
adakah massa, adakah nyeri tekan, bagaimana keadaan umum.
c. Perkusi
: pemeriksaan dengan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainya.
d. Auskultasi
: pemeriksaan dengan cara mendengarkan, biasanya menggunakan stetoskop.
B. Diagnosa
1. Nyeri
akut
Definisi
|
Pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlansung kurang dari 3 bulan .
|
Penyebab
|
1.
Agen pencedera fisiologis (mis,
inflamasi,iskemia,neoplasma)
2.
Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia
iritan)
3.
Agen pencedera
fisik (mis,abses ,amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
|
Gejala
dan tanda mayor
|
Subjektif
Mengeluh
nyeri
Objektif
1.
Tampak meringis
2.
Bersikap protektif (mis.waspada posisi menghindari
nyeri)
3.
Gelisah
4.
Frekuensi nadi meningkat
5.
Sulit tidur
|
Gejala
dan tanda minor
|
Subjektif
-
Objektif
1.
Tekanan darah meningkat
2.
Pola napas BERUBAH
3.
Nafsu makan berubah
4.
Proses berpikir ternggagu
5.
Menarik diri
6.
Berfokus pada diri sendiri
7.
Dioforesis
|
2. Resiko
infeksi
Definisi
|
Beresiko mengalami pningkatan terserang
organism patogenik
|
Factor
resiko
|
1.
Penyakit kronis (mis.diabetes mellitus)
2.
Efek prosedur invasif
3.
Malnutrisi
4.
Peningkatan paparan organisme patogen
5.
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
a.
Gangguan peristatik
b.
Kerusakan integritas kulit
c.
Perubahan sekresi Ph
d.
Penurunan kerja siliaris
e.
Ketuban pecah lam
f.
Ketuban pecah sebelum waktunya
g.
Merokok
h.
Statis cairan tubuh
6.
Ketidakefektifan pertahan tubuh sekunder
a.
Penurunan hemoglobin
b.
Imununosupresi
c.
Leukopenia
d.
Supresi respon inflamasi
e.
Vaksinasi tidak adekuat
|
3. Ketidakefektifan
pola napas
Definisi
|
Inspirasi
dan/atau ekspresi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat
|
Penyebab
|
1.
Depresi pusat pernapasan
2.
Hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernapasan
3.
Deformitas dinding dada
4.
Deformitas tulang dada
5.
Gangguan neuromuscular
6.
Gangguan neurologis (mis.elektroensefalogram [EEG]
positif,cedera kepala,gangguan kejang)
7.
Imaturitas neurologis
8.
Penurunan
energy
9.
Obesitas
10.
Posisi tubuh yang mengahambat
11.
Sindrom hipoventilasi
12.
Kerusakan
intervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas )
13.
Cedera pada medulla spinalis
14.
Efek agen farmakologis
15.
Kecemasan
|
Gejala
dan tanda mayor
|
Subjektif
1. Dispnea
Ojektif
1.
Pengunaan otot bantu pernapasan
2.
Fase ekspirasi memanjang
3.
Pola napas abnormal (mis.takinea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
|
Gejala
dan tanda minor
|
Subjektif
Ortopnea
Objetif
1.
Pernapasan pursed –lip
2.
Pernapasan cuping hidung
3.
Diameter thoraks anterior- posterior meningkat
4.
Ventilasi semenit menurun
5.
Kapasitas vital menurun
6.
Tekanan ekspirasi menurun
7.
Tekanan inspirasi menurun
8.
Ekskursi dada berubah
|
4.
Resiko kekurangan volume cairan
Definisi
|
Beresiko
mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari
intravascular, interstisial atau intraselular.
|
Factor
resiko
|
1.
Prosedur pembedahan mayor
2.
Trauma/perdarahan
3.
Luka bakar
4.
Aferseis
5.
Asites
6.
Obstruksi intesianal
7.
Peradangan pancreas
8.
Penyakit ginjal dan kelenjar
9.
Disfugsi intestianal
|
5.
Ansietas
Definisi
|
Kondisi
emosi dan pengalaman subyektifindividu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghaapi ancaman
|
Penyebab
|
1.
Krisis situasional
2.
Kebutuahan tidak terpenuhi
3.
Krisis maturasional
4.
Ancaman terhadap konsep diri
5.
Ancaman terhadap kematian
6.
Kekhawatiran mengalami kegagalan
7.
Disfungsi system keluarga
8.
Hubungan orang tua- anak tidak memuaskan
9.
Factor keturunan (temperamen mudah teagitas sejak
lahir )
10.
Penyalangunaan zat
11.
Terpapar bahaya lingkungan (mis.toksin, polutan,
dan lain-lain)
12.
Kurang terpapar onformasi
|
Gejala
dan tanda mayor
|
Subjektif
1.
Merasa tersinggung
2.
Merasa khawatir dengan akibat daro kondisi yang
dihadapi
3.
Sulit berkonsengtrasi
Objektif
1.
Tampak gelisah
2.
Tampak tegang
3.
Sulit tidur
|
Gejala
dan tanda minor
|
Subjektif
1.
Mengeluh pusing
2.
Anoreksia
3.
Palpitasi
4.
Merasa tidak berdaya
Subjektif
1.
Frekuensi napas meningkat
2.
Frekuensi nadi menigkat
3.
Tekanan darah meningkat
4.
Diaphoresis
5.
Tremor
6.
Muka tampak pucat
7.
Suara bergetar
8.
Kontak mata buruk
9.
Sering berkemih
10.
Berorientasi pada masa lalu
|
6.
Berduka
Definisi
|
Respon
psikologis yang ditunjukkan oleh klien akibat kehilangan (orang, objek,
fungsi, status, bagian tubuh, atau hubungan)
|
Penyebab
|
1.
Kematian keluarga atau orang yang berarti
2.
Antisipasi kematian keluarga atau orang yang
berarti
3.
Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status,
bagian tubuh, hubungan sosial)
4.
Antisipasi kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi,
status, bagian tubuh, hubungan sosial)
|
Gejala
dan tanda mayor
|
Subjektif
1.
Merasa sedih
2.
Merasa bersalah atau menyalahkan orang lain
3.
Tidak menerima kehilangan
4.
Merasa tidak ada harapan
Objektif
1.
Menangis
2.
Pola tidur berubah
3.
Tidak mampu konsentrasi
|
Gejala
dan tanda minor
|
Subjektif
1.
Mimpi buruk atau pola mimpi berubah
2.
Merasa tidak berguna
3.
Fobia
Subjektif
1.
Marah
2.
Tampak panik
3.
Fungsi imunitas terganggu
|
C. Intervensi
1. Nyeri
akut
Observasi
|
1.
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2.
Identifikasi skala nyeri
3.
Identifikasi respon nyeri non verbal
4.
Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5.
Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
6.
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7.
Identifikasi keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
8.
Monitor efek samping penggunaan analgetik
|
Terapeutik
|
1.
Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis TENS, hipnosis, akupuntur, terapi musik, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2.
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3.
Fasilitas istirahat dan tidur
4.
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
|
Edukasi
|
1.
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.
Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.
Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4.
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5.
Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
|
Kolaborasi
|
Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu
|
SIKI, 2019 hal 201
2. Resiko
infeksi
Observasi
|
Monitor tanda
dan gejala infeksi lokal dan sistemik
|
Terapeutik
|
1.
Batasi jumlah pengunjung
2.
Berikan perawatan kulit pada area edema
3.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan sekitar
4.
Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko
tinggi
|
Edukasi
|
1.
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2.
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3.
Ajarkan etika batuk
4.
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
5.
Anjurkan meningkatkan status nutrisi
6.
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
|
Kolaborasi
|
Kolaborasi
pemberian imuniasasi nyeri
|
SIKI, 2019 hal 278
3. Ketidakefektifan
pola napas
Observasi
|
1.
Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napas
2.
Monitor pola napas (mis
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul)
3.
Monitor kemampuan batuk efektif
4.
Monitor adanya produksi sputum
5.
Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6.
Monitor kesemtrisan ekspansi paru
7.
Auskultasi bunyi napas
8.
Monitor saturasi oksigen
9.
Monitor nilai AGD
10. Monitor
hasil X-Ray thoraks
|
Terapeutik
|
1. Atur
interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
|
Edukasi
|
1. Jelaskan
tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan
hasil pemantauan, jika perlu
|
SIKI 2019, hal 247
4. Resiko
kekurangan volume cairan
Observasi
|
1. Periksa
tanda dan gejala hipovolemia (mis frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
lemah)
2. Monitor
intake dan output cairan
|
Terapeutik
|
1. Hitung
kebutuhan cairan
2. Berikan
posisi modified trendelenburg
3. Berikan
asupan cairan oral
|
Kolaborasi
|
1. Kolaborasi
pemberian cairan IV isotonis (mis NaCl, RL)
2. Kolaborasi
pemberian cairan IV hipotonis (mis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi
pemberian cairan koloid (mis albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi
pemberian produk darah
|
SIKI, 2019 hal 184
5. Ansietas
Observasi
|
1.
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis
kondisi koma, waktu, stresor)
2.
Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3.
Monitor tanda-tanda ansietas
|
Terapeutik
|
1.
Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
2.
Temani pasien
untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3.
Pahami situasi yang membuat ansietas
4.
Dengarkan dengan penuh perhatian
5.
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6.
Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
7.
Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
|
Edukasi
|
1.
Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2.
Informasikan secara faktual mengenal diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3.
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perl u
4.
Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5.
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6.
Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7.
Latih tehnik relaksasi
|
Kolaborasi
|
Kolaborasi
pemberian obat anti ansietas, jika perlu
|
SIKI,
2019 hal 387
6. Berduka
Observasi
|
1.
Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk bagi
pasien
2.
Identifikasi hal yang telah memicu emosi
|
Terapeutik
|
1.
Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah,
atau sedih
2.
Buat pernyataan suportif atau empati selama fase
berduka
3.
Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (mis
merangkul, menepuk-nepuk)
4.
Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama
ansietas, jika perlu
5.
Kurangi tuntuan berpikir saat sakit atau lelah
|
Edukasi
|
1.
Edukasi konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah
atau malu
2.
Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami (mis
ansietas, marah, sedih)
3.
Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional
sebelumnya dan pola respons yang biasa digunakan
4.
Ajarkan penggunaan pertahanan yang tepat
|
Kolaborasi
|
Rujuk untuk
konseling, jika perlu
|
SIKI, 2019 hal 24
DAFTAR PUSTAKA
Chamberlian,
geoffrey.,Steer,Philip.,Zander,Luke.2012.ABC Asuhan Persalinan. Jakarta:EGC.
Wiknjosastro, Hanifah.,
Abdul Bari Saifuddin & Trijatmo Rachimhadhi.2007.Ilmu Bedah
Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.